Makam Teuku Chik Bin Guci

Sumber: Dokumentasi tim Peneliti, 2024

Sejarah kenegerian Idi Rayeu

Lanskap Idi Rayeu terhampar di antara lanskap Idi Cut di utara dan Peudawa Rayeu di selatan, dengan Selat Malaka membentuk perbatasan timur dan Tanah Gayo memanjang di sebelah barat. Meskipun telah dihuni sejak lama, terutama oleh para nelayan, era kemajuan baru dimulai dengan kedatangan Panglima Perang Nyak Sien. Panglima Perang Nyak Sien berasal dari kenegerian Blang Me dan sebelumnya telah menjelajahi lanskap Djoelo, Bago serta Deli, membawa kemajuan dengan memulai perkebunan lada di Idi Rajeu.

Panglima Perang Nyak Sien diberi pengakuan sebagai uleebalang oleh anggota keluarga Sultan, Tuanku Oesen. Setelah wafatnya, putranya, Teungkoe Tjik Hasan Ibrahim ibnu Goetji atau lebih dikenal dengan T. Tji bin Goetji, menggantikannya dan segera memohon pengakuan dari Sultan itu sendiri. T. Tji bin Goetji adalah uleebalang pertama yang mencoba mendekati pemerintah Belanda dengan surat kepada kontrolir Belanda di Deli, komandan kapal perang pada tahun 1871, dan Residen Riau pada tahun 1872, memohon agar wilayahnya berada di bawah kedaulatan Hindia Belanda.

Namun, permintaan itu harus ditolak karena hubungan Idi dengan kesultanan Aceh. Setelah ekspedisi pertama yang gagal melawan Atjeh Besar, permintaan ulang dengan arah yang sama dijawab dengan mengirim seorang kontrolir. Pada tanggal 6 Mei 1874, bendera Belanda dikibarkan di Idi, dan lanskap Idi Rayeu resmi menjadi bagian dari wilayah Belanda.

Makam Teuku Chik Bin Guci

Makam Teuku Chik Bin Guci, yang terletak di Keude Blang, menjadi saksi bisu dari sejarahnya yang kaya. Di sekitar makam ini juga didirikan rumah beuso, menunjukkan keberadaan dan penghormatan terhadap warisan Bin Guci. Hanya saja, keberadaan rumah Beuso sudah tidak ditemukan (2024).

Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, Teuku Chik Bin Guci, seorang tokoh dari Samudra Pasai, dikenal sebagai pemimpin yang berperan dalam membangun peradaban di Idi. Ia dikenal karena membuka perkebunan lada dan mendirikan sebuah kenegerian baru. Ayahnya, Teuku Nyak Sin, juga dikenal dalam sejarah kenegerian.

Keberhasilan Bin Guci dalam perdagangan terutama terlihat dalam kemampuannya menjalin hubungan dengan komunitas Cina di Penang untuk melakukan perdagangan lada. Sebelum masa penjajahan Belanda di Idi, Bin Guci telah melakukan perundingan dengan Belanda yang berada di Lampung.

Bin Guci dikenal sebagai sosok yang mampu berinteraksi dengan berbagai kalangan. Namun, informasi tentang sejarahnya tidak banyak diketahui, kecuali oleh kelompok masyarakat tertentu, termasuk keturunannya.

Salah satu warisan Bin Guci yang masih terlihat hingga kini adalah tiga masjid yang terletak di wilayah Idi, salah satunya berada di dekat Gudang Lada di Gampong Blang Siguci.

Selain itu, di era Bin Guci juga telah didirikan Gudang lada. Gudang lada tersebut juga menjadi bagian penting dalam sejarah perdagangan lada di Idi, terhubung dengan pelabuhan melalui jalur kereta api untuk mengangkut hasil lada. Meskipun masa kejayaan perkebunan lada telah berlalu, warisan dan makam Teuku Chik Bin Guci tetap menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya lokal di Idi, Aceh Timur.

Gallery

Lokasi

Tags

Bagikan